Langsung ke konten utama

Manusia, Agama, dan Kebudayaan (1)




Belakangan ini, bermunculan kelompok-kelompok Islam transnasional[1] yang berusaha menghapus budaya Islam yang sudah mapan di masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut memiliki paham sangat tekstualis atas agama, sehingga pengamalan agama menjadi sangat kaku dan terkesan bertentangan dengan karakteristik Islam di Nusantara. Mereka melakukan gerakan puritan[2]  dengan cara yang radikal dan frontal. Pada akhirnya gerakan tersebut malah memunculkan maraknya gelombang takfirisme[3] yang kini marak terjadi di masyarakat kita.
Masalah di atas diperparah dengan minimnya pengajaran (orientasi) dan pewarisan budaya di masyarakat kita. Pendidikan kita kini cenderung bersifat materialistik telah menginggalkan norma-norma luhur kultur kearifan bangsa. Maka jangan heran jika banyak dari generasi muda kita tidak memiliki rasa memilki atas budaya bangsanya sendiri, sehingga ketika muncul gerakan-gerakan yang mempertanyakan keabsahan budaya masyarakatnya sendiri, masyarakat tersebut justru mengalami kegamangan dan resiko terburuknya budaya tersebut ditinggalkan dan musnah dengan sendirinya.
Dalam tulisan ini saya akan coba menganalisis hubungan antara ketiga hal, yaitu manusia, agama, dan budaya. Dimulai dari penjelasan masing soal (1) manusia, agama dan budaya. Lalu dilanjutkan dengan proses (2) Internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam budaya. Dalam pembahasan selanjutnya akan bahas (3) persinggungan agama dan budaya di Indonesia dengan segala keunikannya. Dengan melihat berbagai bentuk ekpresi budaya yang bernapaskan nilai-nilai agama, kita akan semakin memahami (4) Kongruensi agama dan budaya.
Analisis ini perlu dilakukan untuk kembali menguraikan dan mempertegas posisi ketiganya dan hubungannya satu sama lain. Dengan menggunakan pendekatan kajian pustaka dengan data yang masih sederhana ini serta tawaran solusi atas masalah di atas, penulis berharap pembaca bisa kembali memetakan keberadaan agama dalam budaya, sehingga tidah mudah terkejut ketika menghadapi masalah seperti di atas, serta lebih arif dan bijaksana menyikapi dinamika kehidupan beragama yang majemuk di Indonesia.

Sebuah Prolog
Memperbincangan manusia dan segala hal yang terkait dengannya adalah hal yang tidak ada habis-habisnya untuk dibahas, terlebih jika memperbincangkan konsep manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di dunia. Dengan akal pikiran yang Allah anugerahkan, menjadikan manusia sebagai makhluk yang istimewa dibanding makhluk yang lainnya, bahkan bukti keistimewaan ini Allah abadikan dalam kalam-Nya. Dengan anugerah akal pikiran tersebut juga, manusia membuat berbagai hal demi menunjang kelangsungan hidupnya. Lahirlah berbagai hal yang kita kenal sebagai budaya.
Budaya sendiri berasal dari bahasa sansekerta, budhi (akal, akhlak) dan daya (kekuatan). Dengan demikian budaya diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia sebagaimana terlihat dalam tujuh unsur kebudayaan.[4] Dalam kaitannya dengan kebudayaan, manusia tidak hanya sebagai pencipta budaya, tapi juga penganut, manipulator dan pembawa kebudayaan itu sendiri. Budaya sendiri adalah soal menjadi manusia sprititual, manusia moral, manusia estetis, dan manusia yang sadar dan berpikir.[5] Dengan demikian budaya menjadi bagian dari diri suatu masyarakat/ manusia yang bersangkutan.
Namun, dengan modal akal saja, manusia tidak dapat memperoleh ketenangan dalam hatinya. Sehebat apapun manusia, sepintar apapun, dalam diri manusia akan selalu hadir perasaan lemah, tidak berdaya. Disinilah manusia menemukan makna penting agama, religi, spritualitas. Di atas bahkan disinggung dalam budaya sendiri ada unsur spiritualitas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa (hablum min Allah) serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia (hablum min al-Nas) serta lingkungannya (hablum min al-alam).
Bersambung.................


Bagi yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai refrensi jangan lupa cantumkan link. (AWAS PLAGIASI)




[1] Islam transnasional adalah gerakan Islam yang bersifat mondial, tekstual, radikal (fundamentalisme Islam yang hendak memberlakukan formalisasi Islam dalam berbagai negara, termasuk Indonesia. tidak mempunyai pijakan kultural, visi kebangsaan dan visi keumatan di Indonesia.
[2] Gerakan kembali pada sumber rujuakan agama Islam, Al-Quran dan Hadits (Prurifikasi)
[3] Gerakan mengkafir-kafirkan kelompok/ golongan yang tidak sama/ sesuai dengan kelompoknya.
[5] Haidar bagir, Islam Tuhan Islam Manusia (Bandung: MIZAN, 2017), hlm. 27.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

11 Pustaka tentang Rembang yang Wajib Kamu Baca

Yuk cari tahu lebih dalam mengenai sejarah kota tercintamu melalui 10 publikasi karya para pujangga, para peneliti dan cendekiawan di bawah ini. 1. Carita Lasem Carita Lasem atau Babad Lasem merupakan sebuah kronik lokal yang menceritakan sejarah wilayah Lasem dan sekitarnya sejak masa Majapahit hingga era kolonialisme. Kisah dalam kronik ini secara umum berpusat pada Kadipaten Lasem, sebuah monarki yang berpusat di Lasem (kini Kecamatan Lasem, Kabupaten Lasem) sebelum akhirnya dihapuskan pada abad 18-19 M, seiring masuknya penetrasi penjajah di wilayah teluk Rembang. Kronik ini digubah oleh Raden Panji Kamzah, seorang priyayi jawa keturunan trah Kadipaten Lasem, pada tahun 1858. Gubahan tersebut disalin kembali oleh keturunan Panji Kamzah, yang bernama Raden Panji Karsono dalam aksara latin. Pada tahun 1985, Carita Lasem dicetak oleh penerbir pembabar pustaka Lasem dan dijadikan satu dengan sebuah teks ajarah budhisme yang berjudul Pustaka Badrasanti. Pada tahun 2017, carita lasem...