Langsung ke konten utama

11 Pustaka tentang Rembang yang Wajib Kamu Baca


Yuk cari tahu lebih dalam mengenai sejarah kota tercintamu melalui 10 publikasi karya para pujangga, para peneliti dan cendekiawan di bawah ini.

1. Carita Lasem

Carita Lasem atau Babad Lasem merupakan sebuah kronik lokal yang menceritakan sejarah wilayah Lasem dan sekitarnya sejak masa Majapahit hingga era kolonialisme. Kisah dalam kronik ini secara umum berpusat pada Kadipaten Lasem, sebuah monarki yang berpusat di Lasem (kini Kecamatan Lasem, Kabupaten Lasem) sebelum akhirnya dihapuskan pada abad 18-19 M, seiring masuknya penetrasi penjajah di wilayah teluk Rembang. Kronik ini digubah oleh Raden Panji Kamzah, seorang priyayi jawa keturunan trah Kadipaten Lasem, pada tahun 1858. Gubahan tersebut disalin kembali oleh keturunan Panji Kamzah, yang bernama Raden Panji Karsono dalam aksara latin. Pada tahun 1985, Carita Lasem dicetak oleh penerbir pembabar pustaka Lasem dan dijadikan satu dengan sebuah teks ajarah budhisme yang berjudul Pustaka Badrasanti. Pada tahun 2017, carita lasem dipublikasikan ulang oleh Kantor Peprustakaan dan Arsip Rembang.

 

2.     2. Memorie Van Overgave (M.V.O): Potret Hindia Belanda Dalam Ingatan Residen Rembang 1905-1936

Selama era kolonial, Rembang yang pernah menjadi ibukota Karisedanan Rembang pernah menjadi salah satu kota penting bagi pemerintah VOC/ Hindia Belanda. Karisidenan Rembang menjadi salah satu pusat galangan kapal-kapal dagang kolonial berkat komoditas kayu jatinya. Dalam buku berjudul Memorie Van Overgave (M.V.O): Potret Hindia Belanda Dalam Ingatan Residen Rembang 1905-1936, kita akan diajak menyimak kembali gambaran Karisedanan Rembang melalui arsip-arsip sejarah yang berhasil dikumpukan dan disunting oleh Prof. Warto dari UNS.  

 

Bersambung...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia, Agama, dan Kebudayaan (1)

Belakangan ini, bermunculan kelompok-kelompok Islam transnasional [1] yang berusaha menghapus budaya Islam yang sudah mapan di masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut memiliki paham sangat tekstualis atas agama, sehingga pengamalan agama menjadi sangat kaku dan terkesan bertentangan dengan karakteristik Islam di Nusantara. Mereka melakukan gerakan puritan [2]   dengan cara yang radikal dan frontal. Pada akhirnya gerakan tersebut malah memunculkan maraknya gelombang takfirisme [3] yang kini marak terjadi di masyarakat kita. Masalah di atas diperparah dengan minimnya pengajaran (orientasi) dan pewarisan budaya di masyarakat kita. Pendidikan kita kini cenderung bersifat materialistik telah menginggalkan norma-norma luhur kultur kearifan bangsa. Maka jangan heran jika banyak dari generasi muda kita tidak memiliki rasa memilki atas budaya bangsanya sendiri, sehingga ketika muncul gerakan-gerakan yang mempertanyakan keabsahan budaya masyarakatnya sendiri, masyarakat tersebut ...